Bila hati dimabuk cinta
Ibnul Jauzi rahimahullah pernah ditanya tentang beberapa bait syair yang menceritakan bolehnya mabuk asmara yang berbunyi: Wahai orang ‘alim bagaimana pendapat anda? Tentang orang yang hancur luluh dimabuk cinta?..
Maka Ibnu Al-Jauzi menjawab: Wahai pemuda yang tenggelam dalam badai asmara, yang selalu menghadang bahaya dengan semangatnya, dengarlah dari jiwa yang ingin memberikan nasihatnya, semoga engkau mendapat petunjuk karenanya.. Hingga perkataannya: Seluruh perkara yang engkau sebutkan dan engkau tanyakan, adalah perkara yang diharamkan Allah atas hamba-Nya, Allah tidak pernah halalkan, dalam syari’atnya perkara yang telah menjeratmu, maka menyingkirlah dari jalan hawa nafsumu dan menjauhlah darinya, berhentilah dan ketuk pintu Rabbmu Yang Maha Esa dan Tunggal, dan berdo’alah agar Dia menyembuhkan penyakitmu, tidak menyiksamu dan mengadzab hatimu, tahanlah dirimu dari cinta dan jangan tunduk padanya, dan bersabarlah serta sembunyikan sekuat tenaga, jika engkau mati dalam keadaan bersabar dan mengharapkan ganjaran Allah, engkau akan berbahagia kelak di Surga yang kekal abadi.. (Raudhatul Muhibbin, hal. 151-152 [Dikutip dari: Buku 'Al 'isyq Bila Hati Dimabuk Cinta Hakikat, makna beserta terapinya menurut Al-Qur'an dan Sunnah oleh Muhammad Ibrahim Al-Hamd, hal. 64-66, Pustaka At-Tibyan])
Abu Al-Khatthab Mahfudz bin Ahmad Al-Kalwazani rahimahulloh pernah ditanya tentang hukum mabuk asmara dan hukum berhubunga dengan orang yang dicintai. Pertanyaan ini dalam bentuk syair yang tertulis di atas secarik kertas maka Abu Al-Khattab menjawab:”Wahai Syaikh yang bijaksana yang telah mengalahkan syair para pujangga di zamannya. Kemudian Abul Khatthab melanjutkan:”Barangsiapa menyelami lautan fitnah kemudian mendakwa dirinya dapat selamat darinya.. Maka dia telah berlaku nifak dalam urusannya, syari’at tidak pernah membolehkan segala sarana yang dapat menjatuhkan seorang muslim dalam bahaya.. Maka selamatkan dirimu dan tinggalkan kotoran hawa nafsu, semoga engkau dapat terhindar dari kejahatannya, inilah jawaban Al-Kalwadzaani telah datang kepadamu mengharap pahala dari Allah.” (Raudhatul Muhibbin hal. 151 [buku hal. 64])
“Jika anda ingin mengetahui dan menilai seorang insan dan martabatnya maka lihatlah siapa kekasih yang dicintainya dan cita-citanya. Ketahuilah bahwa cinta yang terpuji tidak akan terkena segala bentuk bahaya mabuk cinta yang telah disebutkan.” (Raudhatul Muhibbin hal. 213 [buku hal. 61].. Benarlah ungkapan seorang penyair:”Harga seseorang dinilai sesuai dengan besarnya cita-cita, maka terpujilah busurmu jika mengenai sasaran yang berharga.” (Khawatir Al-Hayat, karya Syaikh Muhammad Al-Khidir Hasan hal. 139 [buku hal. 62])
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar